Cermin
Muhammad Qessah adalah seorang
pendekar ahli silat tak terkalahkah yang
terkenal mulai dari Muara Sipongi di
Sumatera Utara sampai ke Teluk Bayur di
Sumatera Barat. Begitu hebatnya ilmu silat
yang dimilikinya sehingga banyak orang
berguru kepadanya terutama dari kalangan
anak-anak muda di masa itu. Tidak kecuali
pihak Belanda pun mengangkat Beliau
sebagai pegawai untuk mengamankan
daerah dan tentu saja tidak ada orang yang
berani melawan Beliau. Beliau punya
prinsip kalau kalah akan berguru tapi kalau
menang orang yang kalah tersebut harus
berguru kepada Beliau. Suatu hari tersiar
kabar ada seorang Syekh Tarekat yang
mempunyai ilmu tinggi yang tidak bisa
terkalahkan juga dan murid-murid
Muhammad Qessah yang semula berguru
kepada Beliau berpindah berguru kepada
Syekh Tarekat tersebut. Hal ini membuat
Muhammad Qessah penasaran dan ingin
sekali menantang Syekh Tarekat tersebut
berkelahi, mengadu ilmu sesuai dengan
prinsip Beliau kalau kalah akan berguru
kepada orang yang bisa mengalahkan
Beliau.
Beliau mengunjungi Syekh Tarekat tersebut
dengan menunggang kuda. Ketika mau
sampai ke rumah Tuan Syekh, Beliau
berhenti ditepi sebuah telaga untuk
beristirahat sejenak sambil mencuci muka
dan memperbaiki letak penutup kepala
Beliau dengan maksud ketika mengunjungi
Tuan Syekh pakaian dan penampilan Beliau
akan kelihatan rapi.
Ketika sampai di rumah Tuan Syekh yang
tidak lain adalah seorang ulama Tasawuf
terkenal didaerah Hutapungkut dan
sekitarnya, Beliau bernama Syekh Sulaiman
Hutapungkut, khalifah dari Saidi Syekh
Sulamaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah,
seperti sudah mengetahui kedatangan
Muhammad Qessah, Syekh Sulaiman
Hutapungkut menunggu di serambi rumah
dengan hanya ditemani oleh istri Beliau.
“Assalamu’alaikum” kata Muhammad
Qessah dengan suara lantang.
“Wa’alaikum salam” jawab Syekh Sulaiman
Hutapungkut.
Muhammad Qessah dipersilahkan duduk
dengan jarak lebih kurang 2 meter dari
tempat duduk Syekh Sulaiman
Hutapungkut, kemudian Syekh Sulaiman
Hutapungkut bertanya, “Apa maksud
kedatangan Tuan kemari?” dengan tanpa
basa basi, Muhammad Qessah menjawab,
“Saya ingin menantang Tuan Syekh
mengadu ilmu!”
Syekh Sulaiman Hutapungkut dengan
tenang menjawab, “Saya perhatikan,
sorban tuan agak miring”.
“Ah tidak” Jawab Muhammad Qessah.
“Sebaiknya tuan bercermin dulu untuk
memastikannya” Kata Syekh Sulaiman
Hutapungkut. Kemudian Syekh Sulaiman
Hutapungkut meminta istri Beliau untuk
mengambil sebuah cermin dan kemudian
cermin itu diberikan kepada Muhammad
Qessah. Ketika Muhammad Qessah
melihat cermin alangkah terkejutnya
karena dicermin itu dilihat wajahnya penuh
dengan coretan luka. Dalam hati Beliau
berfikir kapan Tuan Syekh tersebut melukai
mukanya padahal dari tadi Tuan Syekh
tidak bergerak sedikitpun dari kursinya.
Kemudian Muhammad Qessah dengan
penasaran bertanya, “Ilmu apakah ini Tuan
Syekh?”
Syekh Sulaiman Hutapungkut menjawab,
“Inilah ilmu antara diam dan gerak, ilmu
sebelum berperang sudah menang”.
Akhirnya Muhammad Qessah mengakui
kehebatan dari Syekh Sulaiman
Hutapungkut dan berguru kepada Beliau.
Syekh Sulaiman Hutapungkut hanya dengan
sebuah cermin berhasil menundukkan
seorang pendekar tak terkalahkan. Singkat
cerita, Muhammad Qessah ini kelak
melanjutkan berguru ke Jabbal Qubais di
Mekkah dan sempat memimpin suluk
sentral seluruh dunia di sana selama 7
tahun berturun-turut. Muhammad Qessah
adalah nama kecil dari Maulana Saidi Syekh
Muhammad Hasyim al-Khalidi ahli Silsilah
ke-34 yang kemudian melahirkan seorang
murid yang telah diramalkan oleh
Rasulullah SAW dalam hadist Beliau sebagai
“Orang yang bisa meng-ilmiahkan
Al’Qur’an” yaitu Maulana Prof. Dr. Saidi
Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al-
Khalidi.
Hanya dengan sebuah cermin seorang Wali
Allah mampun mengubah kisah seorang
pendekar yang tidak mengenal sama sekali
ilmu Tasawuf menjadi seorang Syekh Besar
yang dikenal sepanjang masa. Hanya
dengan sebuah cermin Tuan Syekh berhasil
menundukkan hati yang keras dan kaku
dari seorang pendekar terkenal. Ada apa
dengan cermin?
Dalam masyarakat kita terkenal dengan
pepatah, “Rupa buruk cermin dibelah” yang
bermakna sudah menjadi kebiasaan setiap
kesalahan atau kekurangan diri, kita
cenderung mencari alasan dengan
menyalahkan orang lain disekitar kita. Kita
cenderung menyalahkan lingkungan yang
tidak lain adalah cermin bagi diri kita
sendri.
Apabila engkau melihat aib (kesalahan)
pada diri orang lain, maka ucapkanlah
dalam diri, “Sungguh, aib itu ada pada
diriku. Karena seorang muslim adalah
cermin bagi muslim yang lainnya. Yang
dilihat seseorang pada cermin hanyalah
bayangan dirinya sendiri” demikian nasehat
dari Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi yang
layak untuk direnungi.
Kalau lingkungan, teman-teman, orang
yang kita kenal dan alam ini adalah cermin
bagi diri sendiri, maka apapun yang kita
lihat adalah diri kita sendiri. Kalau kita
mengatakan orang lain sombong maka
seharusnya kita menyadari bahwa itulah
cermin diri kita yang masih menyimpan
perasaan sombong. Kalau kita mengatakan
orang lain penipu, pencuri dan sekian
banyak kesalahan tidakkah kita sadari kalau
itu adalah cermin dari diri kita sendiri?
Bukanlah itu adalah diri kita sendiri yang
terlihat pada sebuah cermin?
Sudah menjadi hukum alam bahwa segala
sesuatu di dunia ini tersusun dengan
demikian rapi. Ada hukum yang tidak
tertulis di alam ini yaitu hukum
Ketertarikan (Law Attraction) di mana
benda yang sejenis dan segelombang akan
menarik benda yang sama pula. Tidak
mungkin kambing berkawan dengan
harimau atau ayam berkawan dengan
musang, masing-masing akan bersahabat
dan dekat dengan yang sejenis. Penipu
akan berkawan dengan penipu dan orang
jahat akan dekat dan menarik orang jahat
yang sejenis untuk dekat dengannya.
Kalau suatu saat anda diperlakukan tidak
adil, ditipu misalnya, biasanya kita lebih
senang menyalahkan orang yang menipu
kita daripada kita merenung dan
menanyakan dalam diri kita, magnet apa
yang menyebabkan kita menarik si penipu
tersebut sehingga bisa bersentuhan
dengan kita?
Di dalam Terekat, Zikir adalah benteng
yang melindungi pengamalnya dari godaan-
godaan atau serangan-serangan yang
membuat diri menjadi kacau dan mengikuti
gelombang yang sesat tersebut. Ketika ada
yang berani “menyerang” kita, apakah
dalam bentuk penipuan, mendapat kata-
kata kasar atau perlakukan tidak
menyenangkan lainnya berarti pertahanan
kita telah bobol dan pos-pos yang
seharusnya di isi dengan Dzikir telah
kosong sehingga bisa ditembus oleh
musuh.
“Hanya Wali yang Kenal dengan Wali”
demikian prinsip yang pernah kita ketahui
dalam dunia tasawuf. Artinya seorang
Kekasih Allah hanya bisa dikenali oleh
orang yang segelombang. Ketika dalam diri
kita masih membawa gelombang yang
berbeda maka sampai kapan pun kita tidak
akan pernah bisa berkenalan apalagi
berdekatan dengan Wali Allah.
Jadi, cara terbaik untuk memperbaiki hidup
agar lebih berkualitas adalah dengan
banyak bercermin dan merenungi diri
sendiri. Menumpahkan kesalahan kepada
orang lain hanya akan membuat kita
senang sesaat akan tetapi dalam jangka
panjang akan mendatangkan masalah yang
jauh lebih besar karena sudah menjadi
hukum di alam ketika kita mengeluarkan
energi negatif maka energi tersebut akan
berlipat ganda dan akan kembali kepada
kita. Kalau anda mencaci maki dan
membuka aib (kesalahan) orang lain maka
tunggulah sudah menjadi hukum pasti caci
maki akan kembali kepada anda dan aib
anda akan diketahui oleh orang lain dalam
skala yang lebih luas.
Mari kita banyak bercermin kepada
lingkungan sekitar untuk memperbaiki diri
sendiri. Menutup tulisan ini saya mengutip
sebuah syair dari seorang penyair sufi
Hamzah Fanshuri, “Kembalilah menjadi diri
agar engkau lebih berarti”. Wallahu’alam
Bishawab.
cara terbaik memperbaiki hidup dengan banyak bercermin dan berinstropeksi untuk mencari solusi mengubah lebih baik.